Sunday, October 5, 2014

Perayaan Idul Adha



Kota Palembang bagiku bukan hanya terdapat bangunan dengan kendaraan lalu lalang disetiap jalanya. Tapi bagiku Palembang merupakan sebuah romantisme dan segudang kenangan yang sulit untuk dilupakan. Hari ini perayaan Idul Adha, seperti biasa aku sudah mempersiapakan sesuatu untuk mengisi aktivitas sehari-hari.
Pagi ini aku melihat banyak senyuman bocah-bocah polos, dibalik kerasnya keidupan kota metropolis. Ya perayaan lebaran, seolah memembuat mereka sangat bersemagat. Meskipun kabut asap pekat dalam beberapa pekan telah mereka hisap, keceriaan dan canda, tawa generasi muda itu tak luntur di hari perayaan suci ini.

Anak-anak sebaya antara umur tujuh hingga sembilan tahun, itu berkumpul disekitar pelataran teras masjid Asshada Mapolda Sumsel. Mereka sibuk mengomentari hewan qurban yang akan dipersiapkan untuk dipotong oleh para panitia qurban. “Hahahahhahah” aku sangat geli memperhatikan cara mereka berbicara, mereka sangat optimis tanpa ada beban, maupun rasa takut akan kesalahan dalam melontarkan ide serta pemandangan mereka didepan khalayak ramai.]

“Wowww sapi itu besar nian, pasti sapi itu dikasih makan pupuk Pusri setiap pagi,” lontar salah seorang bocah konyol yang aku dengar. Coloteh itu, embuat membuat aku sendiri spontan tertawa terpingkal. tanpa aku sadari, tawaku tadi telah membuat sejumlah orang dewasa yang berada disekitarku ikut senyum-senyum tersipu malu.

“Bukan pupuk pusri, jingok badanyo gemu besak, keras becak itu. Pasti dikasih makan semen baturajo,” timpal salah seorang bocah satunya lagi yang mau kalah adu argumen dengan rekanya. Sepontan saja, suara lantang bocah-bocah konyol ini, membuat orang-orang disekitarnya langsung tertawa lebar tanpa henti.
Seolah argumen mereka sangat tepat. Bocah bocah ini malah balik bertanya kepadaku yang saat itu sedang terpingkal-pingkal menyaksikan keluguan dan tingkah laku bocah ingusan ini. “Tanyo kakak yang bawak kamera ituna, sapi itu dikasih makan apo pacak besak becak itu,” .
Karena masih tak kuat menahan tawa, aku langsung menghampiri kumpulan bocah-bocah ini, sambil menjitak kepala salah seorang bocah yang bertanya kepadaku tadi. “Bodoh kau nich, Sapi itu bukan makan semen batu rajo. Dio kalu dak makan rumput, Pasti makan budak-budak kecik macem kamu inilah,” kataku kepada mereka.
Sontak saja, tatapan dan raut muka tajam dengan nada suara menyakinkan, membuat nyali para bocah-bocah ini menciut, bahkan ada beberapa orang dari mereka berlari histeris ketakutan. “Mamakkkkkk, aku dak galak jingok sapi. Agek dio makan aku,”  teriak salah seorang bocah sambil kabur berlari meninggalkan pasukanya.

 Kejadian itu semakin membuatku terpingkal-pingkal, aku pikir mantab mereka berhasil aku tipu. “hahahahahah”. Namun ada tiga orang bocah yang tertinggal. Dua perempuan usia (7)  dan (4) sedangkan satu bocah lagi laki-laki dengan usia (8), entah mengapa secara tiba-tiba mereka ini menangis saling saut bersautan seperti paduan suara.

Nhah,,,,loh, semakin membuat owe bingung. Aku berusaha untuk menenangkan mereka bertiga, semakin aku berbicara kepada mereka semakin keras pula tangisan mereka. “Bewwwww....berisik tau,”

Aku menggendong bocah yang paling kecil dan menyapu air mata pada kedua pipinya. “Cup,,,cup,,,cup,,,cup. Jangan nangis yo, idak apo-apo sapinyo Cs kakak. idak gigit dio tu cuma nyium bae,” modus aku merayu ketiga bocah ingusan ini, gan “wkwkwkwkwkwk”. 

Sial jurus yang aku pakai ternyata tidak mempan terhadap mereka. Justru  balik oleh jeritan disertai rentetan tangisan bocah ini, semakin lama semakin keras. “ya Allah, yusahin banget, owe begok nich,” gumam gw dalem hati, sambil nyengir-nyengir gitu gan “Hihhihihihihiihih”.
aku malah diserang

“Agek kito jajan bakso ye,,,,,nah disitu ado es sumsum, kito beli dulu esnyo ye. Kakak nak beli 10 agek buat adek sikok ewang bae. Sisonyo kakak galo ye,” gw ngeluarin jurus maut gw gan, “Wkwkwkwkwkwkwk”.

Rupanya jurus Gw mujarab juga gan, salah satu dari bocah itu sambari menangis menjawab lantang. “Dak galak,,,,,dak galak,,,, dak galak. Aku nak es 100 ikok. Kakak ini dak usah kasih. Jahat kakak ini dak usah dienjuk esnyo,” kata bocah ini gan.

Trus owe perhatiin, orang orang disekitar owe malah tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah laku owe yang sama konyolnya ama bocah-bocah ini gan. bahka ada juga yang ikut mengomentari sambil berteriak. “Galak gino nangiske anak wong, sukurlah. Jangan lupo esnyo kami galak jugo,” teriak salah seorang bapak-bapak berkumis dari teras pinggiran masjid.

Siallll,,,,,,apes gw pagi ini. Hemmmm, begitulah masa-masa indah mereka yang seharusnya mereka lalui dengan sebanyak-banyaknya perhatian. Terpaksa dah owe gendong satu bocah sambil menuntu duo bocah lainya buat beli es. “Kayak janda beranak tiga owe gan”  apesssss owe.
Bersambung....