Thursday, March 27, 2014

Tes psikologi, Penipuan berkedok ilmiah

Definisi tes psikologi atau lebih dikenal sebagai psikotes adalah tes untuk mengukur aspek-aspek individu secara psikis, dalam hal ini yang diukur adalah kecenderungan perilaku. Pernahkah anda mengikuti tes pisikotes,? Biasanya penerapan tes pisikotes ini kerap kali digunakan disaat menyambut ajaran baru calon mahasisiwa perguruan tinggi ternama, dan tidak jarang pula diterapkan oleh perusahaan untuk menyambut para pengangguran yang hendak melamar perkerjaan, bahkan sepak terjang dari tes pisikotes ini hampir saja dibakukan menjadi ajang kontes kemampuan di wilayah indonesia khususnya.

Menurut pribadi, tes ini merupakan penipuan dibalik penilaian kepribadian, pada dasarnya tes ini diterapkan terhadap para pasien di rumah sakit jiwa yang hendak keluar dari lingkungan karantina. Agar dapat memberikan rekomendasi dan tidak menyalahi aturan yang berlaku, sekaligus melepaskan tanggung jawab pihak rumah sakit atas tuntutan masyarakat bila terjadi sesuatu setelah pasien dikeluarkan dari karantina, mereka memberikan soal-soal pisikotes sebagai solusinya.

Tapi sayang sepak terjang dari soal-soal pisikotesi sekarang ini sudah mulai keluar dari koridor jalur yang semestinya diterapkan, oleh para pakar kejiwaan di indonesia.  Soal-soal pisikotes ini sudah mulaidigunakan secara lumrah dan lazim dimasyarakat, yang tidak pernah mengetahui untuk apa sebenarnya soal-soal pisikotes yang diberlakukan ini.

Soal-soal pisikotes yang dibuat oleh para sarjana muda indonesia, sebetulnya tidak layak dijadikan acuan dan dikonsumsi secara umum, oleh pihak perusahaan swasta, lembaga pisikotes, dan universitas yang lagi trend saat ini dalam melakukan perekrutan anggota. Hal tersebut menyiratkan secara tersembunyi maupun terang-terangan oleh pihak perusahaan, universitas dan lembaga pisikotes yang bersangkutan, memvonis langsung terhadap calon peserta yang hendak di rekrut mengalami gangguan kejiwaan atau gila sehingga diwajibkan mengikuti tes ini.

Hal ini dinyatakan tidak layak dikarenakan, pengklaiman tersebut hanya berlandasakan penilaian sepihak oleh pihak bersangkutan secara pribadi. Padahal dasar ukuran penilaian prilaku meyimpang  (red, gila) atau tidaknya seseorang tidak pernah berdasarkan soal maupun teoritis. Tapi harus melalui pengamatan prilaku, medis yang lebih mendetail dan membutuhkan waktu semaksimal mungkin, lalu  hanya dilakukan oleh pakar-pakar kejiwaaan yang ahli dibidang psikologi.

Bila dinyatakan soal-soal pisikotes tersebut hanya sebagai alat untuk mengukur IQ dan kemampuan seseorang, maka hal tersebut sangat jauh dari kenyataan. Karena IQ tidak pernah bergantung pada kejiwaan seseorang, menurut pengalaman pribadi, hampir setiap orang gila memiliki kemampuan dan keilmuan yang berbeda-beda, kendati mereka terbilang orang yang terganggu kejiwaanya, tetapi daya pemikiran mereka tetap berjalan. Ini terbukti kebanyakan pasien RSJ yang saya lihat berusia dewasa sekitar 28-80 tahun. Mereka masih mampu bertahan hingga usia lanjut, dikarenakan mereka memiliki pengetahuan dan daya pikir yang berbeda-beda.

 Ini juga terbukti secara pribadi, saya telah berulang kali mengikuti tes pisikotes ini, bahkan saya pernah mendapatkan nilai 175 untuk ukuran IQ, sungguh suatu prestasi yang mengagumkan, dan dilain waktu berikutnya saya hanya mampu mendapatkan nilai 90 IQ, bahkan juga sampai 60 IQ, denga standarisasi soal yang sama. Ini merupakan tada tanya besar didalam otak saya, Apa yang di inginkan oleh pihak perusahaan, lembaga pisikotes, dan pihak universitas didalam menerapkan soal-soal pisikotes yang menjadi acuan mereka.? hasil Tes ini tidak bisa bisa stabil dalam mengukur IQ, anda seperti berenang di lautan dengan ketinggian gelombang yang berbeda-beda, semakin banyak anda berusaha semakin cepat pula anda tenggelam didalamnya.

Ini sangat jauh berbeda dengan pihak perusahaan yang berada diluar negri, seperti daerah eropa, timur tengah dan yang lainya. Mereka tidak pernah menyodorkan soal-soal psisikotes terhadap calon-calon karyawanya, tapi mereka menyodorkan soal-soal yang khusus dibuat oleh pihak perusahaan menyangkut hasil produksi mereka, bila perusahaan bergerak dibidang pengeboran minyak, maka sudah tentu akan disodorkan dengan soal dan pertanyaan tentang permiyakan, bila perusahaan bergerak dibidang perlayaran pasti anda akan ditanyai mengenai pelayaran.

Beitu juga dengan universitas ternama yang berada di luar indonesia, mereka selalu menerima seluruh calon mahasiswanya, tentunya dengan melakukan penilaian bidang khusus yang dilamar, baik dari propil diri, maupun pengetahuan dibidang yang dinilai, maupun riwayat hukum si bersangkutan.  

Pasti banyak pro dan kontra, kenapa kita harus mengatakan soal-soal tes pisikotes tidak boleh dikonsumsi secara umum, itu semua karena pola primitif yang masih melekat didalam pemikiran kita, yang mau saja menerima pembodohan dan pembunuhan karakter oleh segelintir orang-orang tertentu. Dan tentunya anda tidak akan menyangkal proses kerja orang pintar selalu membodohi orang-orang bodoh.

Bila anda bertemu dengan pihak perusahaan, lembaga pisikotes dan universitas yang melakukan perekrutan mengunakan soal-soal pisikotes, anda harus percaya pada diri anda sendiri bahwa segelintir kelompok itu hanyalah orang-orang bodoh yang hendak membunuh karakter anda, sekaligus merampas hak-hak sosial yang anda miliki. Mereka terang-terangan menyatakan anda tidak waras dan mengalami gangguan kejiwaan, dan sudah tentunya perusahaan, lembaga maupun universitas itu merupakan golongan rendah, kelas coro tidak bonafit dan penuh dengan kebobrokan.

Kenapa kita berani mengatakan hal tersebut, karena jika mereka benar-benar kelompok yang berlevel tinggi, sudah tentu mereka berani menyediakan soal-soal khusus mengenai hasil produksi mereka sendiri, dan tidak mengandalkan soal-soal copy faste, jadul dan primitif yang tidak pernah berubah. 

Ini merupakan kesalahan telak dari sarjana-sarjana fisikologis indo, mereka semua lulus dengan nilai copy faste, sehingga tidak mampu menjadi tenaga spesialis dibidang mereka, ini terbukti dengan ketidak berdayaan mereka yang seolah-olah jatuh kelumpur kotoran, sehingga mengandalkan materi soal usang yang kadarluarsa dan tidak mampu memproduksi materi soal baru, sehingga mampu dikembangkan dengan pola-pola elastis yang disesuaikan pada bidangnya.
 


Monday, March 3, 2014

*Budayakan Dukun Indonesia*


Budaya perdukunan di Indonesia nampaknya sudah tidak asing lagi dimata masyarakat maupun pemerintah, menjelang revolusi demokrasi di akhir tahun 1999 nampaknya dunia perdukunan di Indonesia menyambut baik momentum tersebut dengan perubahan yang diploklamirkan oleh para generasi muda.


Di indonesia banyak terdapat macam-macam dukun dengan beragam kemampuan sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing seperti, dukun beranak, sunat, pelet, santet, patah tulang, politik,  salah urat, salah alamat, salah jodoh, dukun cabul, dukun As dan masih banyak beragam jenisnya, yang dapat membantu anda dalam menuntaskan beragam masalah dan kendala tanpa jaminan BPKB.


Untuk menyambut gerakan revolusi demokrasi para dukun di indonesia telah merubah image mereka yang negatif dengan mengganti sebutan dukun menjadi paranormal, sehingga mendapatkan pencitraan lebih baik dimata masyarakat agar lebih nampak propesional, elegan dan dinamis dengan gerakan revolusi demokrasi. Hampir rata-rata para dukun di Indonesia tidak mau lagi disebut dukun yang lebih cendrung berkesan angker dan dipenuhi dengan dunia klenik.


Dunia perdukunan biasanya sangat akrab dengan dunia lain seperti dunia demit yang terdapat beragam penghuni seperti tuyul, kolor ijo, gedoruwo,jailangkung, kuntilanak, pocong, suster ngesot, hantu kebon jeruk, hantu perawan, hantu janda beranak dua, maklampir, sampai kalagondang dan masih banyak penghuni lainya yang sangat akrab dengan mereka.Para dukun biasanya selalu mempelajari kehidupan dunia lain ini, yang akan mereka realisasikan kedalam kehidupan mereka pribadi maupun para pasien yang meminta bantuan kepada mereka. 


Hasil kesimpulan analisa beragam fakar metafisika, menyatakan dunia perdukunan di Indonesia terbagi menjadi tiga aliran, yang pertama aliran putih yang kedua aliran hitam dan yang terakhir aliran sesat. Biasanya untuk memproklamirkan jadi diri mereka para dukun ini biasanya mengenakan pakaian sesuai dengan nuansa aliran perdukunan yang mereka imami, bila memakai pakaian putih berarti mereka menunjukan berasal dari aliran putih, sedangkan pakaian hitam merupakan aliran hitam, dan aliran sesat biasanya mereka bebas mengenakan pakaian bikini.


Para dukun ini juga biasanya memiliki multi kemampuan, baik dibidang pengobatan, mistik, politik, kelenik, karunagan dan lainya. Tapi pada dasarnya mereka tetap tidak bisa lepas dari sikap salah dan benar, kendati mereka berasal dari aliran hitam, putih maupun sesat, hal tersebut dikarenakan dukun juga manusia, punya rasa punya hati bukanya pisau belati. Dukun juga bukan wonder women mu, yang bisa terus menahan keluhan dari perasaanmu.


Tapi sayang kendati telah sukses membangun pencitraan dimata masyrakat, sikap pemerintah indonesia dari golongan rendahan sampai golongan tertinggi, dari stap hingga digedung paripurna masih sering menerapkan budaya selingkuh dengan para dukun. Mereka banyak berkomentar “Pemerintah kita anti kelenik, hukumnya haram” dan ada undang-undang khusus yang membahas masalah dunia perdukunan, agar dapat melindungi masyarakat dari presepsi salah yang dibagun oleh para dukun. 


Mereka seakan sangat antipatif dengan dunia perdukunan ini, sedangkan ketika mereka terdesak banyak individu dari pemerintah ini yang mendatangi para dukun untuk dimintai bantuanya. Sungguh sangat mengecewakan, perselingkuhan pemerintah dengan para dukun ini tidak pernah mendapat perhatian.
Seharusnya sikap pemerintah sudah bisa lebih terbuka di era revormasi ini, karena setiap orang berhak mendapatkan hak mereka masing masing sesuai dengan isi revormasi itu sendiri yang menyatakan, kebebasan bernegara dijamin oleh negara, kita sudah merdeka tidak perlu lagi menyembunyikan perselingkuhan, negara sudah tidak boleh mempunyai rahasia lagi karena negara sudah milik rakyat yang terdiri dari para tukang ojeg, tukang becak, janda-janda tua, perawan desa, orang miskin, orang jompo maupun mahasiswa dan mahasisiwi serta guru-guru murtad.


Pemerintah seharusnya mengedepankan masyarakatnya sendiri ketimbang masyarakat lain, hal tersebut berlaku untuk disegala bidang, baik dibidang hukum, sosial, budaya, pendidikan, kesejatraan, maupun pasilitas umum. Begitu juga dengan pendidikan yang berbasiskan kearifan lokal, seperti pondok pesantren dan padepokan perdukunan, mereka harus lebih diutamakan ketimbang sekolah formal yang hanya memberikan teori pembodohan terhadap generasi penerus bangsa.


pendidikan Padepokan dunia perdukunan sangat layak untuk dikembangkan dan di legaglkan di masyarakat , hal tersebut dikarenakan mereka berasal dari budaya asli indonesia. Bayangkan jika di indonesia memiliki sekolah khusus perdukunan, dari tingkatan sekolah dasar hingga universitas perdukunan.


Mungkin anda bisa melihat para sarjana yang keluar dari universitas tersebut dengan bangga, ada yang bergelar sarjana santet yang berasal dari jurusan persantetan, sarjana pelet dari jurus   

an perpeletan, sarjana cabul dari percabulan, sarjana tiban, sarjana sunat, sarjana patah tulang dan sarjana-sarjana lainya.


Biasanya budaya perdukunan di Indonesia banyak mendapat pertentangan dari kalangan da’i muda, maupun ustad dan kiyai cabul dengan mengunakan dalih-dalih yang mereka pelajari. Padahal sangat jelas didalam kitab suci maupun didalam hadis tidak pernah melarang orang indonesia berprofesi sebagai dukun. Bila anda tidak percaya silakan anda cari kalimat yang berbunyi “Dukun itu Dilarang” dalam konteks asli bahasa arab, pasti saya yakinkan anda tidak dapat menemukanya karena dukun merupakan kata asli yang berasal dari indonesia.