Kota Palembang bagiku bukan hanya terdapat bangunan dengan
kendaraan lalu lalang disetiap jalanya. Tapi bagiku Palembang merupakan sebuah
romantisme dan segudang kenangan yang sulit untuk dilupakan. Hari ini perayaan
Idul Adha, seperti biasa aku sudah mempersiapakan sesuatu untuk mengisi
aktivitas sehari-hari.
Pagi ini aku melihat banyak senyuman bocah-bocah polos, dibalik
kerasnya keidupan kota metropolis. Ya perayaan lebaran, seolah memembuat mereka
sangat bersemagat. Meskipun kabut asap pekat dalam beberapa pekan telah mereka
hisap, keceriaan dan canda, tawa generasi muda itu tak luntur di hari perayaan
suci ini.
Anak-anak sebaya antara umur tujuh hingga sembilan tahun, itu
berkumpul disekitar pelataran teras masjid Asshada Mapolda Sumsel. Mereka sibuk
mengomentari hewan qurban yang akan dipersiapkan untuk dipotong oleh para
panitia qurban. “Hahahahhahah” aku sangat geli memperhatikan cara mereka
berbicara, mereka sangat optimis tanpa ada beban, maupun rasa takut akan
kesalahan dalam melontarkan ide serta pemandangan mereka didepan khalayak
ramai.]
“Wowww sapi itu besar nian, pasti sapi itu dikasih makan
pupuk Pusri setiap pagi,” lontar salah seorang bocah konyol yang aku dengar. Coloteh
itu, embuat membuat aku sendiri spontan tertawa terpingkal. tanpa aku sadari,
tawaku tadi telah membuat sejumlah orang dewasa yang berada disekitarku ikut
senyum-senyum tersipu malu.
“Bukan pupuk pusri, jingok badanyo gemu besak, keras becak
itu. Pasti dikasih makan semen baturajo,” timpal salah seorang bocah satunya
lagi yang mau kalah adu argumen dengan rekanya. Sepontan saja, suara lantang
bocah-bocah konyol ini, membuat orang-orang disekitarnya langsung tertawa lebar
tanpa henti.
Seolah argumen mereka sangat tepat. Bocah bocah ini malah
balik bertanya kepadaku yang saat itu sedang terpingkal-pingkal menyaksikan
keluguan dan tingkah laku bocah ingusan ini. “Tanyo kakak yang bawak kamera
ituna, sapi itu dikasih makan apo pacak besak becak itu,” .
Karena masih tak kuat menahan tawa, aku langsung menghampiri
kumpulan bocah-bocah ini, sambil menjitak kepala salah seorang bocah yang
bertanya kepadaku tadi. “Bodoh kau nich, Sapi itu bukan makan semen batu rajo. Dio
kalu dak makan rumput, Pasti makan budak-budak kecik macem kamu inilah,” kataku
kepada mereka.
Sontak saja, tatapan dan raut muka tajam dengan nada suara
menyakinkan, membuat nyali para bocah-bocah ini menciut, bahkan ada beberapa
orang dari mereka berlari histeris ketakutan. “Mamakkkkkk, aku dak galak jingok
sapi. Agek dio makan aku,” teriak salah
seorang bocah sambil kabur berlari meninggalkan pasukanya.
Kejadian itu semakin
membuatku terpingkal-pingkal, aku pikir mantab mereka berhasil aku tipu. “hahahahahah”.
Namun ada tiga orang bocah yang tertinggal. Dua perempuan usia (7) dan (4) sedangkan satu bocah lagi laki-laki
dengan usia (8), entah mengapa secara tiba-tiba mereka ini menangis saling saut
bersautan seperti paduan suara.
Nhah,,,,loh, semakin membuat owe bingung. Aku berusaha untuk
menenangkan mereka bertiga, semakin aku berbicara kepada mereka semakin keras
pula tangisan mereka. “Bewwwww....berisik tau,”
Aku menggendong bocah yang paling kecil dan menyapu air mata
pada kedua pipinya. “Cup,,,cup,,,cup,,,cup. Jangan nangis yo, idak apo-apo
sapinyo Cs kakak. idak gigit dio tu cuma nyium bae,” modus aku merayu ketiga
bocah ingusan ini, gan “wkwkwkwkwkwk”.
Sial jurus yang aku pakai ternyata tidak mempan terhadap
mereka. Justru balik oleh
jeritan disertai rentetan tangisan bocah ini, semakin lama semakin keras. “ya
Allah, yusahin banget, owe begok nich,” gumam gw dalem hati, sambil
nyengir-nyengir gitu gan “Hihhihihihihiihih”.
aku malah diserang
“Agek kito jajan bakso ye,,,,,nah disitu ado es sumsum, kito
beli dulu esnyo ye. Kakak nak beli 10 agek buat adek sikok ewang bae. Sisonyo kakak
galo ye,” gw ngeluarin jurus maut gw gan, “Wkwkwkwkwkwkwk”.
Rupanya jurus Gw mujarab juga gan, salah satu dari bocah itu
sambari menangis menjawab lantang. “Dak galak,,,,,dak galak,,,, dak galak. Aku
nak es 100 ikok. Kakak ini dak usah kasih. Jahat kakak ini dak usah dienjuk
esnyo,” kata bocah ini gan.
Trus owe perhatiin, orang orang disekitar owe malah tertawa
terpingkal-pingkal melihat tingkah laku owe yang sama konyolnya ama bocah-bocah
ini gan. bahka ada juga yang ikut mengomentari sambil berteriak. “Galak gino
nangiske anak wong, sukurlah. Jangan lupo esnyo kami galak jugo,” teriak salah
seorang bapak-bapak berkumis dari teras pinggiran masjid.
Siallll,,,,,,apes gw pagi ini. Hemmmm, begitulah masa-masa
indah mereka yang seharusnya mereka lalui dengan sebanyak-banyaknya perhatian. Terpaksa
dah owe gendong satu bocah sambil menuntu duo bocah lainya buat beli es. “Kayak
janda beranak tiga owe gan” apesssss
owe.
Bersambung....